Sabtu, 24 Mei 2014

Perubahan Ke Budayaan dari Masa Lalu, Mas Kini, dan Masa Depan



Perubahan budaya di masa lalu, sekarang,dan masa depan.

11. Perubahan Kebudayaan dari Masa Lampau

Perubahan dapat kita lihat dari beberapa aspek, yakni cara berpakaian, sudut pandang, cara berbicara, serta gelagat dari manusia. dan tentunya seiring dengan perubahan jaman, kebudayaan juga ikut berubah.

          Pada masa lalu, kebudayaan masih sangatlah kental khususnya di negara Indonesia ini. Tata krama serta sopan santun masih terlihat jelas di kalangan bangsa ini. Ini terlihat dari prolaku serta gaya bicara pada masa tersebut. Ini juga terjadi pada tulisan-tulisan yang ada ditanah air. ejaan-ejaan lama masih digunakan di masa ini. Ditambah lagi dengan pakaian-pakaian yang sederhana dan sopan mencerminkan khas bangsa timur yang berbeda dengan bangsa barat.
        
          Budaya pada masa lampau memiliki relevansi dengan budaya masa sekarang dan masa yang akan datang. Di masa lalu hidup nenek moyang kita hidup sangat terbatas , tidak ada alat penerangan sama sekali pada malam hari dunia serasa tiada penghuni, namun mereka tetap dapat bertahan hidup dengan pakaian seadanya makanan seadanya yang tersedia di alam bahkan mereka tidak mengenal bahasa dan buta akan pengetahuan hidup hanya bermodal jasad dan jiwa. Namun, manusia di berkahi pikiran untuk terus berinovasi begitu pula dengan perubahan budaya yang terus berlangsung dan tidak akan berhenti selama manusia berfikir di muka bumi ini.
Kebudayaan masa lalu adalah kebudayaann yang masih terikat dengan adat istiadat atau kepercayaan pada leluhur, sehingga pada masyarakat terikat satu ikatan yang diwariskan secara turun temurun. Ada ciri-ciri tertentu pada masyarakat lampau yaitu, hubungan langsung dengan alam, kehidupan dalam konteks agraris, dan tidak memmpunyai tempat tinggal yang tetap atau berpindah-pindah.
           
Warisan budaya masa lalu dari perkembangan peradaban dari paling primitive yaitu ketika manusia masih menggantungkan hidup pada batu-batuan kemudian manusia mulai menemukan api lalu kepercayaan pada hal-hal gaib, tradisi dan adat istiadat yang sudah mulai berkembang pada setiap Negara dan daerah nya masing-masing.nilai-nilai budaya masih sangat melekat di masa lalu norma dan nilai agama, adat istiadat masih di junjung tinggi oleh masyarakat dulu.
           
 Budaya yang di wariskan nenek moyang kita telah mulai di tinggalkan dan mulai terkikis pada masa kini. Pada masa sekarang masyarakat di uji oleh berbagai budaya asing dan perlahan mulai menerimanya.

2. Perubahan Kebudayaan pada Masa Kini

         
Seiring dengan perjalanan waktu, kebudayaan mengalami perubahan. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Orang-orang lebih suka mengadopsi kebudayaan luar. sebenarnya hal ini sudah terjadi sejak masa penjajahan. perubahan-perubahan ini terjadi dari segi pakaian, prilaku dan lain-lain. Orang-orang yang masih menggunakan adat masa lalu dinilai kolot. Nilai dalam tata krama semakin dilupakan. Menghilang dan tenggelam di perubahan zaman. Pakaian-pakaian mereka lebih terbuka. tak hanya dikalangan orang dewasa, bahkan remaja, orang tua sampai anak-anak sudah biasa berpakaian seperti ini.

          Bahkan menghormati orang yang lebih tua tidak diindahkan oleh prilaku mereka. mereka lebih individualisme. anak-anak muda lebih bersikap acuh dengan lingkungan sekitarnya. Perubahan budaya timur ke barat lebih terasa. Dan bangsa timur mulai melupakan identitasnya.
        
             Di masa sekarang  nilai-nilai kebudayaan mulai pudar, mungkin suatu saat akan hilang seiring berjalan nya waktu, pada kenyataan nya tradisi masyarakat dulu tidak dapat bertahan seiring berkembang nya zaman, tradisi lama di ganti dengan dunia modern, budaya modern saat ini berpusat pada hiburan , dunia gemerlap, dunia anak muda , teknologi canggih dan semacamnya.  Bagaimana dengan masa yang akan datang ? tentunya perubahan akan terus terjadi seiring dengan perkembangan zaman. Di masa sekarang pun sebagian besar masyarakat Indonesia mulai meninggalkan tradisi nenek moyang kita. Kebudayaan masa kini relatif bebas dari kekuasaan adat istiadat lama.

Sebagian besar warga mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Ciri-cirinya adalah mereka mampu mengendalikan alam dengan pengetahuan yang menunjang kehidupan yang lebih baik. Selain itu mereka juga hidup dari sektor perdagangan, kepariwisataan, dan jasa lainnya, mereka juga mempunyai sarana telekomunikasi yang lebih baik dan juga canggih.


C. Perubahan Kebudayaan pada Masa depan

        
  Pada masa depan pasti akan mengalami perubahan. ditambah lagi dengan terjadinya modernisasi. Hal itu akan makin merubah kehidupan sebuah bangsa yang akan mempengaruhi kebudayaannya. Kebudayaan akan semakin berunbah dimasa depan. Majunya teknologi juga ikut andil dalam perubahan jaman. Karena teknologi merupakan jalur masuknya kebudayaan asing. sehingga Kebudayaan yang ada di bangsa tersebut mulai terkontaminasi dengan kebudayaan yang masuk.

Kebudayaan masa yang akan datang akan lebih modern, karena masyarakat sudah mengembangkan kebudayaan-kebudayaan dari masa lampau dan masa kini, sehingga menciptakan kebudayaan yang lebih baru dan mutakhir. Ciri-cirinya adalah segala sesuatu lebih terlihat cangih dan serba praktis ( tidak memakan waktu banyak ), tekhnologi sering sekali digunakan dalam aktifitas sehari-hari.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahhnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat.

Perubahan sosial budaya terjadi karena adanya beberapa faktor. Diantaranya, komunikasi, cara berfikir masyarakat, faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinyakonflik revolusi, dan faktor external seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

 Apakah di masa yang akan datang tradisi kita akan hilang dan punah atau malah sebalik nya, untuk itu di masa sekarang harus nya kita terus cepat sadar dan membangun kembali budaya kita dangan inovasi yang menarik agar akan tetap terus bertahan sampai kapan pun.

Sumber :

Konfik Antar Suku Bangsa






A.   Penyebab Konflik antar Etnis
           
Berdasarkan tulisan dari Stefan Wolff, bahwa konflik etnis ini sebagian besar terjadi di wilayah Afrika, Asia, serta sebagian Eropa Timur. Dikatakan bahwa negara-negara Eropa Barat serta Amerika Utara tidak terpengaruh atas konflik etnis yang terjadi di dunia ini. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa konflik tersebut terjadi di wilayah yang terbelakang secara peradaban? Belum ada jawaban atas pertanyaan ini. Jawaban yang cukup masuk akal akan pertanyaan ini adalah berdasarkan rentan waktu munculnya peradaban.
            Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis. Misalnya konflik etnis di Kalimantan antara suku dayak dan suku madura pendatang. Bagi suku madura pendatang bekerja adalah suatu tuntutan bagi pemenuhan hidup di perantauan. Pekerjaan yang dilakukan menebang kayu di hutan dan tempat dimana mereka menebang kayu tersebut adalah tempat yang disakralkan oleh suku dayak. Kesalah fahaman ini menyebabkan terjadinya konflik antar etnik dayak dan madura yang menelan korban banyak di antara kedua suku yang berkonflik tersebut.
            Konflik etnis adalah konflik yang terkait dengan permasalahan- permasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial di antara dua komunitas etnis atau lebih. (Brown, 1997). Konflik etnis seringkali bernuansa kekerasan, tetapi bisa juga tidak. Konflik etnis di Bosnia dan Angola memiliki dimensi kekerasan yang luar biasa besar. Sementara, permintaan warga Quebec untuk memperoleh otonomi lebih besar dari pemerintah Kanada hampir tidak memiliki dimensi kekerasan sama sekali. Banyak konflik lokal suatu masyarakat sama sekali tidak memiliki basis etnisitas. Jadi, konflik-konflik tersebut tidak bisa disebut sebagai konflik etnis. Pertempuran antara pemerintah Kamboja dengan tentara Khmer Merah tidak pernah bisa disebut sebagai konflik etnis karena hakekat konfliknya adalah persoalan ideologi, bukan persoalan etnis.
            Konflik lebih sering terjadi karena berbagai sebab sekaligus. Kadangkala antara sebab yang satu dengan yang lain tumpang tindih sehingga sulit menentukan mana sebenarnya penyebab konflik yang utama. Faturochman (2003) menyebutkan setidaknya ada enam hal yang biasa melatarbelakangi terjadinya konflik, 1) Kepentingan yang sama diantara beberapa pihak, 2) Perebutan sumber daya, 3) Sumber daya yang terbatas, 4) Kategori atau identitas yang berbeda, 5) Prasangka atau diskriminasi, 6) Ketidakjelasan aturan (ketidakadilan).
            Sementara itu, Sukamdi (2002) menyebutkan bahwa konflik antar etnik di Indonesia terdiri dari tiga sebab utama: (1) konflik muncul karena ada benturan budaya, (2) karena masalah ekonomi-politik, (3) karena kesenjangan ekonomi sehingga timbul kesenjangan sosial. Menurutnya konflik terbuka dengan kelompok etnis lain hanyalah merupakan bentuk perlawanan terhadap struktur ekonomi-politik yang menghimpit mereka sehingga dapat terjadi konflik diantara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan identitas sosial, dalam hal ini etnik dan budaya khasnya, seringkali menimbulkan etnosentrisme yang kaku, dimana seseorang tidak mampu keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Sikap etnosentrisme yang kaku ini sangat berperan dalam menciptakan konflik karena ketidakmampuan orang-orang untuk memahami perbedaan. Sebagai tambahan, pengidentifikasian kuat seseorang terhadap kelompok cenderung akan menyebabkan seseorang lebih berprasangka, yang akan menjadi konflik.

B.   Upaya Penanggulangan Konflik antar Etnis

Dalam mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul. Penyelesaian persoalan dengan pemaksaan sepihak oleh pihak yang merasa lebih kuat, apalagi apabila di sini digunakan tindakan kekerasan fisik, bukanlah cara yang demokratik dan beradab.  Inilah yang dinamakan “main hakim sendiri”, yang hanya menyebabkan terjadinya bentrokan yang destruktif.  Cara yang lebih demokratik demi tercegahnya perpecahan, dan penindasan atas yang lemah oleh yang lebih kuat, adalah cara penyelesaian yang berangkat dari niat untuk take a little and give a little, didasari itikat baik untuk berkompromi.  Musyawarah untuk mupakat, yang ditempuh dan dicapai lewat negosiasi atau mediasi, atau lewat proses yudisial dengan merujuk ke kaidah perundang-undangan yang telah disepakati pada tingkat nasional, adalah cara yang baik pula untuk mentoleransi terjadinya konflik, namun konflik yang tetap dapat dikontrol dan diatasi lewat mekanisme yang akan mencegah terjadinya akibat yang merugikan kelestarian kehidupan yang tenteram.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk penyelesaian konflik tersebut, yaitu :  
1.   Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga dalam hal ini pemerintah dan aparat penegak hukum yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak dengan memberikan sanksi yang tegas apabila. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal.
2.   Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat.
3.   Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama..
4.   Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur .
5.   Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan dengan mengutamakan sisi keadilan dan tidak memihak kepada siapapun.

Untuk mengurangi kasus konflik sosial diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan berhasil, diperlukan pula tatanan, perangkat dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh integrasi nasional antara lain :
a.    Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
b.    Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun consensus.
c.    Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.
d.    Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e.    Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan bijaksana, serta efektif.






Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :
a.    Aspek kualitas warga sukubangsa
1)    Perlunya diberikan pemahaman dan pembinaan mental secara konsisten dan berkesinambungan terhadap para warga sukubangsa di Indonesia terhadap eksistensi Bhinneka Tunggal Ika sebagai faktor pemersatu keanekaragaman di Indonesia, bukan sebagai faktor pemicu perpecahan atau konflik.
2)    Perlunya diberikan pemahaman kepada para pihak yang terlibat konflik untuk meniadakan stereotip dan prasangka yang ada pada kedua belah pihak dengan cara memberikan pengakuan bahwa masing-masing pihak adalah sederajat dan melalui kesederajatan tersebut masing-masing anggota sukubangsa berupaya untuk saling memahami perbedaan yang mereka punyai serta menaati berbagai norma dan hukum yang berlaku di dalam masyarakat.
3)    Adanya kesediaan dari kedua belah pihak yang terlibat konflik untuk saling memaafkan dan melupakan peristiwa yang telah terjadi.
b.    Penerapan model Polmas secara sinkron dengan model Patron-Klien.

Terjadinya perdamaian pada konflik antar sukubangsa yang telah terwujud dalam sebuah konflik fisik tidaklah mudah sehingga perlu adanya campur tangan pihak ketiga yang memiliki kapabilitas sebagai orang atau badan organisasi yang dihormati dan dipercaya kesungguhan hatinya serta ketidakberpihakannya terhadap kedua belah pihak yang terlibat konflik. Peran selaku pihak ketiga dimaksud dapat dilakukan oleh Polri sebagai ”juru damai” dalam rangka mewujudkan situasi yang kondusif dalam hubungan antar sukubangsa dengan memberi kesempatan terjadinya perdamaian dimaksud seiring berjalannya proses penyidikan yang dilandasi pemikiran pencapaian hasil yang lebih penting dari sekedar proses penegakkan hukum berupa keharmonisan hubungan antar sukubangsa yang berkesinambungan.
Dalam hal ini, Polri dapat menerapkan metode Polmas dengan melibatkan para tokoh dari masing-masing suku bangsa Ambon dan Flores yang merupakan Patron dari kedua belah pihak yang terlibat konflik yang tujuannya adalah agar permasalahan yang terjadi dapat terselesaikan secara arif dan bijaksana oleh, dari dan untuk kedua sukubangsa dimaksud termasuk dalam hal menghadapi permasalahan- permasalahan lainnya di waktu yang akan datang.






Teori yang Terkait:

1.    Teori Konflik
Dalam suatu masyarakat akan selalu ada kelompok atas yang menguasai kelompok bawah, kelompok ini dibagi berdasarkan kekuasaan, kemampuan, kekayaan, kekuatan, dsb. Kelompok bawah (yang lemah) akan “ditindas” dan menjalankan kehendak kelompok atas. Fenomena ini akhirnya memicu timbulnya konflik antar kelompok. Selain hal tersebut kurangnya integrasi dalam masyarakat, perbedaan paham atau kepentingan juga sebagai faktor timbulnya konflik.
2.    Teori Perubahan Sosial
Masyarakat tumbuh dan berkembang menuju arah yang lebih baik atau lebih kompleks, namun proses mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah. Banyak hal yang kadang tidak mendukung perubahan tersebut, akhirnya timbullah konflik.
3.    Teori Struktural Fungsional
Suatu masyarakat memiliki struktur sosial yang di dalamnya terdapat sistem, yang mana sistem- sistem tersebut fungsi masing- masing. Apabila salah sistem tidak berfungsi, maka struktur tersebut akan cacat. Kecacatan itulah yang dapat memicu timbulnya konflik
4.    Teori Labeling
Labeling atau pemberian stigma pada seseorang atau suatu kelompok dalam mempengaruhi pembentukan kepribadiaanya. Misalnya, suatu suku diberikan stigma bahwa suku tersebut keras, senggol bacok. Maka suatu ketika ada suku lain yang membuat hatinya tersinggung tidak dapat dipungkiri akan muncul konflik antar kelompok yang bersangkutan.
5.    Teori Interaksi
Dalam proses sosialisasi, interaksi adalah salah satu faktor utama. Apabila interaksi sangat kurang, tidak ada pemahaman antara yang satu dengan yang lain maka dapat mempengaruhi proses sosialisasi yang sedang berlangsung. Kurangnya pemahaman dapat timbul konflik dalam masyarakat trsebut.



Kerukunan Umat Beragama



       Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”.  Kerukunan umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hukum dan telah terdaftar di pemerintah daerah.
    
   Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
   
    Kerukunan antar umat beragama berarti damai dan tentram dalam berbagai perbedaan agama sehinnga tercipta kesinambungan yang baik antar umat beragama. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama. Kerukunan dalam kehidupan akan dapat melahirkan karya – karya besar yang bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sebaliknya konflik pertikaian dapat menimbulkan kerusakan di bumi. Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan keberadaan orang lain dan hal ini akan dapat terpenuhi jika nilai-nilai kerukunan tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.


2.2 Kerukunan Antar Umat  Beragama dalam kehidupan bermasyarakat
    
    Dalam kehidupan bermasyarakat kerukunan antar umat beragama sangat diperlukan karena tidak menuntut kemungkinan bahwa orang yang disekitar kita satu agama dengan kita. Tidak bisa dibayangkan apabila tidak terciptanya kerukunan antar umat beragama pada masyarakat sekarang ini, mungkin akan terjadi perang antar agama. Sebagai contoh kecil, seorang penganut agama islam bertetangga dengan orang yang menganut agama lain. Pada saat orang islam itu shalat orang beragama lain menghidupkan suara lagu atau menjerit- jerit tidak karuan atau sebaliknya. Dari cerita tersebut,bagaimana menurut orang islam apabila ibadahnya di ganggu?, tentunya akan marah, dengki, dendam dan lain- lain yang akhirnya menuju kepada konflik yang berkepanjangan. Itulah sebabya mengapa kerukunan antar umat beragama sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Telah dibahas sebelumnya bahwa kerukunan identik dengan kata “damai” dan “tentram”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.
       Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja sama yang baik. Kerja sama antar umat beragama merupakan bagian dari hubungan sosial antar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. Hubungan yang baik antar umat beragama dapat berdampak positif bagi pemuda penerus bangsa. Untuk itu kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat dapat diwujdkan dengan:
a)    Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
b)    Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
c)    Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
d)    Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara atau     pemerintah.
       Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.

2.3 Kerukunan Antar Umat Beragama Menurut Pandangan Islam
Kerukunan dalam Islam diberi istilah “tasamuh” atau toleransi. Sehingga yang dimaksud toleransi adalah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam hal akidah Islamiyah (keimanan), karena akidah telah digariskan secara jelas dan tegas dalam Alqur’an dan Hadits. Dalam hal akidah atau keimanan seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan keyakinan yang dianutnya sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Kafirun ayat 1-6 sebagai berikut:
Selain itu islam juga mengajarkan manusia untuk hidup bersaudara karena pada hakikatnya kita bersaudara. Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu ajaran yang pada hakikatnya bukan bermakna persaudaraan antara orang-orang Islam, melainkan cenderung memiliki arti sebagai persaudaraan yang didasarkan pada ajaran Islam atau persaudaraan yang bersifat Islami.
·         Sungguh bahwa Allah telah menempatkan manusia secara keseluruhan sebagai Bani Adam dalam kedudukan yang mulia, walaqad karramna bani Adam (QS 17:70).
·     Manusia diciptakan Allah SWT dengan identitas yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal dan saling memberi manfaat antara yang satu dengan yang lain (QS 49:13).
·         Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan yang berbeda, padahal andaikata Allah menghendaki, Dia dapat menjadikan seluruh manusia tersatukan dalam kesatuan umat. Allah SWT menciptakan perbedaan itu untuk member peluang berkompetisi secara sehat dalam menggapai kebajikan, fastabiqul khairat (QS 5:48).
·         Sabda Rasul, seluruh manusia hendaknya menjadi saudara antara yang satu dengan yang lain, wakunu ibadallahi ikhwana (Hadist Bukhari).
Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan hadist sekurang-kurangnya memperkenalkan empat macam ukhuwah, yakni:
·         Ukhuwah ‘ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam lingkup sesama makhluk yang tunduk kepada Allah.
·        Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena sama-sama memiliki kodrat sebagai manusia secara keseluruhan (persaudaraan antarmanusia, baik itu seiman maupun berbeda keyakinan).
·              Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan yang didasari keterikatan keturunan dan kebangsaan.
·              Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau seagama.
Keempatnya dilandasi prinsip ukhuwah Islamiyah. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, hal ini memiliki makna persaudaraan yang dijalin secara Islami (berdasarkan syariat Islam).
Hal tentang toleransi kerukunan beragama diatur dalam Al-Qur'an dan Sunnah, di mana artinya kerukunan antar umat beragama ini berada dalam sumber Hukum Islam yg cukup tinggi, sejak Islam ada toleransi antar umat beragama ini sudah diajarkan.
Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas disebutkan dalam Alqur’an dan Al-hadits. Hal yang tidak diperbolehkan adalah dalam masalah akidah dan ibadah, seperti pelaksanaan sosial, puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al Kafirun: 6, yang artinya: “Bagimu agamamu, bagiku agamaku”.Beberapa prinsip kerukunan antar umat beragama berdasar Hukum Islam :
a.    Islam tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk suatu agama (QS.Al-Baqarah : 256).
b.    Allah SWT tidak melarang orang Islam untuk berbuat baik,berlaku adil dan tidak boleh memusuhi penganut agama lain,selama mereka tidak memusuhi,tidak memerangi dan tidak mengusir orang Islam.(QS. Al-Mutahanah : 8).
c.    Setiap pemeluk agama mempunyai kebebasan untuk mengamalkan syari'at agamanya masing-masing (QS.Al-Baqarah :139).
d.    Islam mengharuskan berbuat baik dan menghormati hak-hak tetangga,tanpa membedakan agama tetangga tersebut.Sikap menghormati terhadap tetangga itu dihubungkan dengan iman kepada Allah SWT dan iman kepada hari akhir (Hadis Nabi riwayat Muttafaq Alaih).
e.    Barangsiapa membunuh orang mu'ahid,orang kafir yang mempunyai perjanjian perdamaian dengan umat Islam, tidak akan mencium bau surga;padahal bau surga itu telah tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun (Hadis Nabi dari Abdullah bin 'Ash riwayat Bukhari). Sudah banyak perjanjian damai dan perjanjian HAM yang dibuat oleh Negara Islam dan seluruh Negara di dunia soal itu. Dan hanya sedikit yang melanggar, diantara yang melanggar itu diantaranya Israel, sedangkan yang tidak melanggar dan sangatlah banyak, seperti Jerman, Cheko, Irlandia dan masih sangat banyak yang tidak saya sebut satu persatu yang tetap menjaga perdamaian. Jadi mereka yang menjaga perjanjian damai dengan orang Islam. Tidaklah dibenarkan membunuh orang-orang yg tetap menjaga perdamaian dengan orang Islam. Bahkan menurut hadis tersebut tidak akan mencium bau surga bagi yang membunuh orang tersebut tanpa kesalahan yang jelas.
       Kerukunan antar umat beragama sangat diperlukan dalam kehidupan sehari- hari.  Dengan adanya kerukunan antar umat beragama kehidupan akan damai dan hidup saling berdampingan. Perlu di ingat satu hal bahwa kerukunan antar umat beragama bukan berarti kita megikuti agama mereka bahkan menjalankan ajaran agama mereka.

2.4 Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
       Umat Beragama Diharapkan menjunjung tinggi Kerukunan antar umat beragama sehingga dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka yang akan memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
       Dalam pemberian stabilitas dan kemajuan negara, perlu diadakannya dialog singkat membahas tentang kerukunan antar umat beragama dan masalah yang dihadapi dengan selalu berpikir positif dalam setiap penyelesaiannya.
       Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
       "Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.
       Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul.
       Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan.
       Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya.   
       Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar.
       "Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola kemajemukan secara baik dan benar diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai permasalahan yang selama ini mengganjal di masing-masing kelompok masyarakat.
       Senada dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D Situmorang, OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama merupakan salah satu cara untuk membangun persaudaraan antar- umat beragama.
       Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo, agenda agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan militansi agama seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi S Tanuwibowo.
       Dengan adanya dialog antar agama ini juga diharapkan dapat menumbuh kembangkan sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama.